Selasa, 30 April 2013

Survey Ekosistem Terumbu Karang di Sabang dan Pulau Aceh


Terumbu karang merupakan sebuah kekayaan alam yang sangat berharga untuk kelangsungan hidup biota laut lainnya. Banyak manfaat yang di dapat dari terumbu karang, baik dari segi biologi, fisika, kimia bahkan ekonomi.
WCS melakukan survey bersama Efin Muttaqin dibantu dua (3) orang anggota Ocean Diving Club (ODC) Unsyiah dan satu (1) orang anggota Fishierish Diving Club (FDC) IPB. Survey ini dilakukan untuk melihat perkembangan ekosistem terumbu karang yang ada di Sabang dan Pulau Aceh pasca bleaching tahun 2010. Survey ini sebelumnya telah dilakukan oleh WCS pada tahun 2010 sebelum coral bleaching terjadi. Survey yang dilakukan ini berlangsung selama satu minggu sejak tanggal 26 Maret – 02 April 2013. Di Sabang selama 5 hari, dan di Pulau Aceh selama 2 hari. Terdapat 17 titik lokasi di sabang tempat dilakukannya pengamatan dan 6 titik lokasi di Pulau Aceh.
Survey ini dilakukan oleh 5 orang  melalui snorkling, dan di ambil pada satu kedalaman saja, yaitu dangkal. Survey ini menggunakan metode P.I.T (Point Intercept Transect), Transect Belt,Visual Sensus, Timed Swim dan Sosek (Sosial Ekonomi).

Peralatan yang dibutuhkan untuk survey ini, yaitu:
1.      Alat dasar selam ( fins, masker, dan snorkle)
2.      Transek 150 m
3.      Transek kuadrat 1x1 m
4.      Sabak
5.      Camera Underwater

Deskripsi Kegiatan :
1.      Mengambil data ekosistem terumbu karang dengan menggunakan alat dasar selam (fins, masker, dan snorkle) dengan kedalaman 2-6 m.
2.      Melakukan sosek kepada panglima laot, nelayan dan dive shop setempat untuk melihat ada atau tidak dampak dari pada bleaching.
3.      Melakukan foto dokumentasi untuk melihat kondisi ekosistem terumbu karang tersebut.


Metode yang dilakukan:
1.      P.I.T (Point Intercept Transect)
Pengambilan datanya dilakukan setiap 50 cm, dilihat genus karang apa saja yang terdapat di bawah transek.











2.      Transect Belt
Untuk melihat Coral Size (ukuran karang) yang terdapat di transek dengan ukuran 1 m ke kiri dan 1 m ke kanan dari transek.












3.      Transek Kuadrat
Untuk melihat jumlah rekrutmen karang transek kuadrat ini diletakkan di setiap transek kelipatan 10 meter.











4.      Visual Sensus
Melihat ikan karang yang berukuran >10 cm dan <10 cm.














5.      Timed Swim
Dilakukan untuk melihat genus karang apa saja yang terdapat di daerah tersebut.











6.      Sosek (Sosial Ekonomi)
Sosek ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dampak Coral Bleaching terhadap ekonomi masyrakat setempat. Sasaran dari sosek ini yaitu panglima laot, nelayan dan dive shop.

Hari pertama survey dilakukan pada 3 lokasi yang berbeda yaitu Benteng, Ujung seukee dan Sumur Tiga. Di ujung seukee survey dilakukan menggunakan boat dikarenakan aksesnya yang cukup sulit. Pada kedua survey dilakukan di Anoi Itam, Jaboi, Beurawang, dan Ujong Kareung. Pada hari ketiga hanya dilakukan satu lokasi survei, yaitu di Reuteuk, karena dilakukan pada hari Jum’at. Hari keempat survey dilakukan pada lima lokasi, yaitu Gapang, Batee Meuron-ron, Lhok Weng, Sea Garden, dan West Rubiah. Sea Garden dan West Rubiah menggunakan boat untuk menuju lokasi. Dan pada hari kelima, survey dilakukan pada empat lokasi, yaitu Lhong Angen, Bakopra, Canyon, dan Ujong Seurawan. Kami menaiki boat juga utuk menuju keempat lokasi tersebut. Pada hari ke enam anggota tim langsung menuju ke Pulau Aceh, melalui Banda Aceh. Di Pulau Aceh sendiri survey dilakukan pada 2 titik, yaitu di Len Balee dan Lamteng dengan menggunakan boat. Dan pada hari terakhir survey dilakukan di Pasie janeng, Lhoh, Paloh dan Deudap.

Berikut pembagian tugas masing-masing anggota tim:
1.      Data rekruit karang, tutupan karang, di ambil oleh Efin Muttaqin.
  1. Data ukuran karang dan genus karang di ambil oleh Mursalin dan Fauzan Aulia.
  2. Data ikan karang di ambil oleh Sukma Rahardja.
  3. Dan data sosek di ambil oleh Rizal.

Kesimpulan:
1.      Banyak terdapat rekruitmen karang yang di temukan selama survey berlangsung, khususnya di daerah Sabang dan sekitarnya.
  1. Keadaan ekosistem terumbu karang sudah mulai membaik, ditandai dengan tidak adanya Coral Bleaching dan banyak karang yang berukuran besar. Jenis karang Acropora adalah Genus yang dominan ditemukan di Pulau Aceh.
  2. Menurut hasil survey sosia ekonomi, nelayan dan panglima laot merasakan dampak akibat dari Coral Bleaching, misalnya seperti berkurangnya hasil tangkapan mereka.

Senin, 29 April 2013

Fungsi dan Peranan Ikan Karang Terkait Kebiasaan Makan


Ikan karang merupakan ikan yang hidup di ekosistem terumbu karang, baik ketika juvenil maupun dewasa. Choat dan Bellwood peneliti terkemuka ikan karang menyebutkan bahwa interaksi yang kuat antara ikan karang dan terumbu karang sebagai habitat tidak hanya dijelaskan dari konteks fisik namun juga melalui perilaku makan ikan. Ikan harus makan untuk dapat bertahan hidup, dan apa yang dimakan oleh ikan karang merupakan informasi yang penting dalam mempelajari ekologi ikan yang hidup di terumbu karang. Perilaku makan  ikan karang akan memberi pengaruh terhadap keseluruhan ekosistem terumbu karang dan juga sebaliknya

Memahami tentang taraf trofik (terkait dengan tipe makanan) ikan karang adalah hal yang penting dalam mempelajari ikan karang. Perilaku makan pada ikan karang dapat dibagi dalam tiga bagian yaitu : herbivora, planktivora, dan karnivora. Ketiga bagian ini mewakili kelompok utama dalam ikan karang.

Ikan herbivora adalah kelompok yang paling tinggi penyebaran dan kelimpahannya di daerah terumbu karang. Ikan herbivora terdiri dari sekitar 76 spesies Siganidae, 25 spesies Scaridae, 79 spesies Pomacentridae dan sekitar 159 spesies yang bersifat omnivora-herbivora.

Choat menyatakan bahwa ikan – ikan herbivora mempunyai tiga peranan penting pada ekosistem terumbu karang. Pertama, sebagai konsumer dari produsen, herbivora merupakan penghubung antara aliran energi yang berasal dari produsen ke konsumen tingkat 2 (karnivora). Kedua, mereka mempengaruhi penyebaran, ukuran, komposisi dan bahkan pertumbuhan dari tumbuhan di terumbu karang. Komposisi dan struktur dari tumbuhan yang berasosiasi dengan terumbu karang digambarkan melalui konteks aktivitas herbivori. Pemangsaan oleh ikan herbivora (grazing) secara substansi mengubah alga yang ada di terumbu, dimana hal ini memberika pengaruh positif maupun negatif pada karang. Ketiga, interaksi antara ikan – ikan herbivora merupakan  alat dalam model demografi dan perilaku ikan karang secara keseluruhan.

 Hampir semua ikan karang merupakan planktivora pada masa larva dan juvenilnya, meskipun ada yang berganti tipe makanan pada masa dewasanya tergantung adaptasinya. Terumbu karang mempunyai ikan planktivora yang aktif pada siang (diurnal) dan malam hari (nokturnal). Ikan yang aktif pada siang hari yaitu Serranidae, Chaetodontidae, Pomacentridae dan Balistidae, sedangkan yang aktif pada malam hari yaitu Holocentridae, Priacanthidae dan Apogonidae.

Makanan utama ikan planktivora adalah krustasea kecil kelompok copepoda seperti calanoid dan cylopoid. Zooplankton  ini berukuran terbesar 3 mm  dan paling banyak pada ukuran <1 mm. Proporsi  zooplankton dalam jumlah besar ini berasal dari laut lepas. Ikan planktivora mengkonsumsi plankton yang berasal dari laut lepas dalam jumlah besar. Hal tersebut memunculkan dugaan bahwa ikan planktivor merupakan penghubung utama antara terumbu karang dan laut lepas.

Paling sedikit ada tiga jalur yang dilalui energi yang didapat oleh ikan planktivora untuk kembali ke unsur – unsur  lain yang terdapat di terumbu karang. Pertama, planktivora kemungkinan dimangsa oleh piscivora(pemakan ikan). Kedua, planktivora menghasilkan feses dalam jumlah besar  yang jatuh pada karang dan dikonsumsi oleh ikan lain juga herbivora dan detritivora. Dan cara yang ketiga adalah apabila ikan planktivora mengalami kematian.

Jenis karnivora di daerah terumbu karang lebih umum banyak ditemukan dibandingkan dengan jenis ikan herbivora dan planktivora. Ikan jenis ini biasanya mengkonsumsi invertebrate bentik karang, seperti halnya crustacea (kepiting, udang, amphipod dan stomatopod), polychaeta maupun echinodermata.

Ikan karnivora digolongkan menjadi 3 tipe karnivora, yaitu karnivora pemakan ikan lainnya (piscivora), pemakan invertebrata dan pemakan zoobentos. Diantara tiga tipe karnivora tersebut, spesies yang spesialis memakan invertebrata dan zoobentos terlihat lebih umum dibanding piscivora.

Ikan karnivora mempunyai morfologi untuk makan yang bervariasi, mulai dari mulut kecil yang khusus seperti pada spesies Forceps Butterflyfish (Forcipiger spp) sampai struktur mulut yang besar seperti pada spesies Scorpionfish (Scorpaenidae), Kakap (Lutjanidae) dan Kerapu (Seranidae). Karnivora mempunyai peranan penting dalam siklus energi dimana hal tersebut terkait dengan struktur fisik terumbu, pola makan ikan dan siklus nutrien.

Ikan karang dan berbagai biota lainnya bersama-sama menciptakan suatu keseimbangan dalam ekosistem terumbu karang. Menjamin keindahan di laut ini tetap terjaga untuk masa yang akan datang.

Kamis, 04 April 2013

Karang Millepora

Millepora disebut juga karang api. Dikatakan karang api karena sengatan yang menyakitkan yang akan membuat kulit tergelupas seperti terbakar api. Millepora terdapat 50 spesies yang memiliki bentuk yang berbeda, yaitu dari koloni terdiri dari pohon seperti cabang-cabang, koloninya padat yang biasanya berbentuk kubah, atau koloni yang melekat erat dengan substrat. Millepora memiliki core yang berongga yang mengandung oksigen sehingga tingkat kerapuhannya tinggi, ada juga jenis lain dari genus Millepora yang kokoh melekat di substrat sehingga mampu menahan gelombang besar.

Klasifikasi Millepora yaitu :

Karang Millepora

Kingdom : Animalia

Fylum :Cnidaria                    

Class: Hydrozoa

Ordo :Milleporina

Family :Milleporidae

Genus :Millepora

Millepora memiliki dua ukuran pori-pori halus di permukaan tubuhnya yaitu gastropores dandactylopores. Dactylopores memiliki bulu-bulu halus panjang yang menonjol dari kerangka. Rambut memiliki kelompok sel penyengat (nematocysts) yang menimbulkan sengatan pada kulit manusia. Rambut ini juga untuk menangkap mangsa yang kemudian ditelan oleh gastrozooids, terletak dalam gastropores.Selain dengan sengatan karang api juga mendapatkan nutrisi melalui hubungan khusus simbiosis dengan ganggang yang dikenal sebagai zooxanthellae. Zooxanthellae hidup di dalam jaringan karang, dan memberikan karang makanan yang dihasilkan melalui fotosintesis. Sebagai imbalannya, karang memberikan tempat perlindungan dan akses terhadap sinar matahari.

Millepora memiliki kemampuan untuk membentuk terumbu sehingga dapat menahan arus pasang surut yang kuat. Millepora sangat berlimpah di lereng bagian atas atau di laguna dan pada kedalaman 40 m. Ancaman punahnya terumbu karang khususnya Millepora berdampak pada terumbu karang secara global. Diperkirakan bahwa 20% dari terumbu karang dunia telah hancur dan pemulihannya sangat lama, 24% dari terumbu karang dunia akibat dari tekanan manusia. Dampak-dampak manusia termasuk praktek-praktek pengelolaan lahan yang melepaskan sedimen berlebih, nutrisi dan polutan ke dalam lautan yang akan menekankan ekosistem terumbu karang yang rapuh. Penangkapan berlebihatau 'knock-on'  berefek meningkatkan makro-alga yang dapat bersaing dan menrusak karang, dan memancing menggunakan metode destrukti fsecara fisik menghancurkan karang. Sebuah ancaman potensial lainnya adalah peningkatan kejadian pemutihan karang, sebagai akibat dari perubahan iklim global, Spesies karang api paling rentan akan kerapuhannya dan sangat mudah patah.

Misalnya, selama badai atau menyelam. Penyelam dengan mudah dapat mematahkan cabang karang api ketika menyelam untuk liburan, atau ketika mengumpulkan ikan untuk perdagangan akuarium. Seperti ikan betok kuning cenderung berkutat dekat dengan koloni karang bercabang api, dan masuk kecabang-cabang nya ketika terancam.